islami.co.id – Surat An-Nisa ayat 3 merupakan salah satu ayat yang paling sering menjadi rujukan ketika membahas tentang poligami dalam Islam. Namun, pemaknaannya kerap dipahami secara parsial sehingga menimbulkan perdebatan.
Allah Swt. berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
Artinya:
“Dan jika kamu takut tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim, maka nikahilah perempuan yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu takut tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) satu saja atau hamba sahaya yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.” (Q.S. An-Nisa [4]: 3)
Konteks Turunnya Ayat
Menurut riwayat al-Bukhari, ayat ini turun terkait seorang wali yang mengasuh perempuan yatim tetapi ingin menikahinya tanpa memberikan mahar yang layak. Karena itu, Allah Swt. memerintahkan agar wali tersebut menjaga keadilan dan tidak menikahi perempuan yatim jika takut bertindak zalim.
Ibn Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azim menjelaskan bahwa ayat ini mengatur perlindungan terhadap perempuan yatim dan bukan semata-mata anjuran berpoligami. Pesan utama ayat adalah keadilan.
Makna Poligami dan Batasannya
Ayat ini menyebutkan kemungkinan menikahi dua, tiga, atau empat istri. Namun, ayat tersebut juga memberikan syarat ketat, yaitu harus mampu berlaku adil.
1. Keadilan sebagai Syarat Utama
Kata الْقِسْط (al-qisṭ) dan تَعْدِلُوا (ta‘dilū) menegaskan bahwa poligami tidak diperbolehkan kecuali seseorang benar-benar mampu memberi hak secara adil, baik dalam nafkah, waktu, maupun perhatian.
Baca juga, Hukum Dua Azan dalam Salat Jumat
Al-Qurtubi menegaskan bahwa keadilan fisik dan material dapat diwujudkan, tetapi keadilan hati mustahil dicapai secara sempurna. Hal ini sejalan dengan Surat An-Nisa ayat 129:
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
Artinya: “Dan kamu tidak akan mampu berlaku adil di antara istri-istrimu walaupun kamu sangat ingin melakukannya.”
Ayat ini menunjukkan bahwa poligami adalah perkara yang sangat berat dan tidak dianjurkan kecuali bagi orang yang benar-benar mampu.
2. Monogami sebagai Jalan yang Lebih Aman
Frasa فَوَاحِدَةً (“maka satu saja”) merupakan bentuk pencegahan agar tidak menimbulkan kezaliman. Banyak mufasir menegaskan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa monogami adalah pilihan yang lebih dekat kepada keadilan dan lebih jauh dari potensi ketidakadilan.
Sayyid Qutb dalam Fi Zilal al-Qur’an menyatakan bahwa Islam tidak mendorong poligami, tetapi hanya membolehkan dengan syarat yang sangat ketat demi menjaga keadilan sosial.
Pesan Besar Ayat: Perlindungan dan Kemanusiaan
Surat An-Nisa ayat 3 bukan hanya berbicara tentang poligami, tetapi lebih jauh menegaskan prinsip-prinsip berikut:
1. Perlindungan terhadap kelompok rentan
Ayat ini turun dalam konteks perempuan yatim, sehingga pesan utamanya adalah menjaga hak mereka. Islam memerintahkan keadilan, bukan eksploitasi.
2. Keadilan sebagai fondasi keluarga
Islam menempatkan keadilan sebagai syarat mutlak dalam hubungan keluarga. Tanpa keadilan, keluarga tidak dapat menjadi ruang kasih sayang yang diridai Allah.
3. Batasan poligami untuk mencegah kezaliman
Ayat ini menegaskan bahwa poligami bukan hak istimewa tanpa syarat, melainkan tanggung jawab besar yang tidak mudah dijalankan.
Ikhtisar
Tafsir Surat An-Nisa ayat 3 menunjukkan bahwa poligami dalam Islam bukan kewajiban atau anjuran, tetapi sebuah rukhshah (keringanan) yang dibolehkan dalam kondisi tertentu dengan syarat ketat, yaitu kemampuan untuk berlaku adil. Ayat ini juga menegaskan pentingnya melindungi perempuan yatim serta menegakkan prinsip keadilan dalam keluarga. Dengan memahami konteks, syarat, dan tujuan ayat, umat Islam dapat mempraktikkan ajaran agama secara bijaksana dan sesuai dengan prinsip kemanusiaan.








