Home / Aktualita / Kontroversi Kasus Eks Dirut ASDP yang Juga MEBP PP Muhammadiyah: Apakah Profesional BUMN Terancam?

Kontroversi Kasus Eks Dirut ASDP yang Juga MEBP PP Muhammadiyah: Apakah Profesional BUMN Terancam?

ASDP

islami.co.id, Jakarta  Pemidanaan terhadap mantan Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi, dan rekan-rekannya dalam kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) menimbulkan kekhawatiran bagi para profesional di BUMN. Guru Besar Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, menilai keputusan tersebut bisa meninggalkan dampak negatif yang panjang bagi generasi profesional muda di Indonesia.

“Penanganan perkara Ira dan direksi ASDP ini merupakan nokhtah berbahaya bagi masa depan kaum profesional muda Indonesia,” ujar Rhenald saat dihubungi, Kamis (20/11/2025). Ia menambahkan, hakim seharusnya memahami praktik bisnis yang sehat sebelum menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak pidana. Menurutnya, ketidakpahaman ini berpotensi menghalangi profesional muda untuk berkontribusi di BUMN dan sektor publik lainnya.

Rhenald menekankan pentingnya pendidikan dan pemahaman mendalam bagi aparat penegak hukum, terutama dalam kasus korupsi yang melibatkan manajemen dan perhitungan bisnis. “Kalau cara kerjanya seperti ini, sangat berisiko bagi anak-anak muda yang ingin berkontribusi bagi negara melalui BUMN. Orang baik berprestasi pun akan menghadapi risiko yang sama,” jelasnya.

Di sisi lain, hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menegaskan bahwa proses hukum terhadap Ira Puspadewi bukan bentuk kriminalisasi. Sebelumnya, Ira menyatakan dalam nota pembelaan atau pleidoi bahwa akuisisi PT JN merupakan upaya kriminalisasi terhadap profesional BUMN. Pernyataan ini sempat ramai dibicarakan di media sosial, memunculkan persepsi negatif.

Baca juga, Gubernur Jabar Kagum: Muhammadiyah Jadi Teladan Politik dan Tata Kelola Organisasi

Hakim Anggota Nur Sari Baktiana menegaskan bahwa isu kriminalisasi yang beredar di media sosial merupakan upaya framing negatif. “Terdapat upaya framing negatif di media sosial yang seolah-olah aparat penegak hukum memaksakan kasus ini,” ujar Nur Sari, Kamis (20/11/2025). Ia menekankan bahwa majelis hakim hanya menilai fakta yang didukung alat bukti sah sesuai Pasal 184 KUHAP, bukan opini publik atau narasi di media sosial.

Majelis hakim menilai bahwa Ira dan rekan-rekannya terbukti bersalah melakukan tindak pidana dalam proses akuisisi PT JN, sesuai dakwaan alternatif kedua yang melanggar Pasal 3 UU 31 Tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001. “Pertimbangan keseluruhan unsur tindak pidana meniadakan dalil kriminalisasi dan membuktikan adanya tindak pidana,” jelas Nur Sari.

Nur Sari menambahkan bahwa narasi kriminalisasi hanyalah upaya terdakwa untuk mengaburkan fakta hukum dan proses yang berjalan. “Pembelaan para terdakwa yang menyatakan dirinya korban kriminalisasi atau korban framing media sosial tidak menyentuh substansi perkara sehingga tidak beralasan hukum dan harus ditolak seluruhnya,” ujarnya.

Kasus ini menjadi sorotan, karena Ira juga menjabat sebagai Wakil Bendahara Majelis Ekonomi, Bisnis, dan Pariwisata (MEBP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Posisi tersebut menambah perhatian publik terhadap implikasi hukum yang dihadapinya, sekaligus memunculkan perdebatan mengenai batas profesionalisme dan risiko hukum bagi pejabat BUMN yang berprestasi.

Ke depan, polemik ini diyakini akan menjadi bahan evaluasi bagi aparat penegak hukum dan para profesional muda yang ingin berkarier di BUMN. Banyak pihak menilai, proses hukum yang transparan dan berbasis bukti mutlak diperlukan agar tidak ada profesional yang takut mengambil keputusan strategis bagi perusahaan negara.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *