Home / Tokoh / Soeharto: Kader Muhammadiyah atau NU?

Soeharto: Kader Muhammadiyah atau NU?

soeharto

islami.co.id – Nama Soeharto selalu menarik untuk ditelusuri, bukan hanya karena ia menjabat sebagai Presiden Indonesia selama lebih dari tiga dekade, tetapi juga karena sisi ideologis dan keagamaannya yang tak pernah benar-benar jelas. Di tengah sejarah panjang perjalanan hidupnya, muncul pertanyaan klasik yang terus bergaung: apakah Soeharto lebih dekat dengan Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama (NU)?

Pertanyaan ini bukan sekadar perdebatan identitas keagamaan, tetapi juga menyentuh sisi politik dan budaya masyarakat Indonesia yang terbiasa menilai tokoh publik dari afiliasi sosial-keagamaannya. Dalam konteks Soeharto, jawabannya ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan.

Jika menelusuri jejak awalnya, Soeharto kecil tumbuh di Kemusuk, Yogyakarta—sebuah daerah yang secara kultural dan sosial berada di antara pengaruh Muhammadiyah dan NU. Di masa muda, ia sempat bersekolah di Sekolah Rakyat dan kemudian di Sekolah Ongko Loro, tempat di mana pendidikan Islam diberikan secara sederhana. Beberapa catatan menunjukkan bahwa Soeharto sempat berinteraksi dengan kelompok-kelompok pengajian Muhammadiyah, terutama melalui jaringan pendidikan Islam modern di Yogyakarta.

Namun, pengakuan yang lebih kuat datang dari para tokoh NU. Dalam beberapa kesempatan, Soeharto disebut memiliki kedekatan emosional dengan ulama pesantren. Hubungannya dengan KH Bisri Syansuri dan KH As’ad Syamsul Arifin misalnya, menunjukkan betapa ia berupaya menjaga hubungan baik dengan kalangan nahdliyin. Bahkan, dalam masa pemerintahannya, Soeharto memberikan ruang bagi NU untuk tumbuh kembali setelah sempat dibatasi di era Demokrasi Terpimpin.

Baca juga, Khutbah Jumat: Meneladani Para Pahlawan Islam Pejuang Kemerdekaan

Meski begitu, kesan kedekatan Soeharto dengan Muhammadiyah juga tak bisa diabaikan. Sejumlah tokoh penting Muhammadiyah, seperti Amien Rais, Djarnawi Hadikusumo, dan AR Fachruddin, diketahui kerap diundang berdialog dengannya. Pada masa awal kekuasaan Orde Baru, banyak kebijakan negara yang selaras dengan semangat rasionalitas dan modernisme Islam yang menjadi ciri khas Muhammadiyah. Bahkan, pendekatan pembangunan nasional yang berbasis pada etos kerja dan kedisiplinan sering kali diasosiasikan dengan nilai-nilai Muhammadiyah.

Dalam praktik politiknya, Soeharto justru tampil pragmatis. Ia tidak ingin terjebak dalam sekat ormas keagamaan. Kedekatannya dengan kalangan Islam lebih dilihat sebagai strategi untuk menjaga stabilitas politik. Pada awal kekuasaannya, Soeharto bahkan terkesan menjaga jarak dengan kelompok Islam politik. Namun memasuki 1990-an, ia mulai menunjukkan perubahan signifikan dengan mendirikan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) bersama BJ Habibie. Langkah ini ditafsirkan banyak pihak sebagai upaya Soeharto mendekatkan diri dengan umat Islam, terutama dari kalangan modernis yang banyak berakar di Muhammadiyah.

Dalam wawancara yang pernah dimuat oleh beberapa media nasional pasca lengser, beberapa sahabat dekat Soeharto mengungkapkan bahwa mantan presiden itu sebenarnya memiliki sisi spiritual yang kuat, meskipun jarang diperlihatkan ke publik. Ia dikenal rajin salat malam, berzikir, dan dekat dengan sejumlah kiai sepuh. Tetapi, seperti halnya gaya kepemimpinannya yang serba terselubung, Soeharto tidak pernah mendeklarasikan dirinya sebagai kader organisasi Islam mana pun.

Dari perspektif sejarah, dapat disimpulkan bahwa Soeharto lebih merupakan figur Islam kultural ketimbang ideologis. Ia tumbuh dari lingkungan yang religius, menghormati nilai-nilai Islam, tetapi tidak membatasi dirinya dalam bingkai organisasi tertentu. Dalam politik, ia menjadikan relasi dengan Muhammadiyah dan NU sebagai bagian dari keseimbangan kekuasaan, bukan identitas pribadi.

Kini, dua dekade setelah kepergiannya, misteri itu masih tetap hidup: apakah Soeharto kader Muhammadiyah atau NU? Jawaban paling jujur mungkin adalah—Soeharto bukan milik siapa pun, melainkan milik sejarah Indonesia yang kompleks antara agama, politik, dan kekuasaan.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *