Home / Tokoh / Umat Sibuk Klaim Kebenaran, Tapi Tertinggal dalam Ekonomi dan Ilmu Pengetahuan

Umat Sibuk Klaim Kebenaran, Tapi Tertinggal dalam Ekonomi dan Ilmu Pengetahuan

umat

islami.co.id, Wonosobo  Refleksi Milad Muhammadiyah ke-113 di Kabupaten Wonosobo menghadirkan sejumlah pernyataan menarik dari Ketua PWM Jawa Tengah, Tafsir. Acara yang dihadiri PDM, PCM, dan AUM ini menekankan pentingnya keseimbangan antara kecerdasan spiritual, ekonomi, dan ilmu pengetahuan.

Tafsir menyampaikan bahwa SPPG di lingkungan Muhammadiyah saat ini mencakup 125 lembaga, dengan 71 berada di Jawa Tengah. “Ini tugas berat tapi mulia, untuk mencerdaskan bangsa dan memastikan anak-anak tidak ‘keracunan’ informasi yang salah,” katanya sambil tersenyum.

Dalam refleksi yang lebih luas, Tafsir menegaskan bahwa peneguhan pemahaman keagamaan Muhammadiyah penting dilakukan. Menurutnya, syariat telah selesai, tetapi fiqih terus berkembang mengikuti tantangan zaman, yang disebut dengan konsep Tajdid atau pembaruan.

Tafsir menjelaskan empat pendekatan dalam memahami agama. Pertama, tradisionalisme, yang mengislamkan tradisi lama tanpa menghapusnya. Contohnya, mantra diganti dengan kalimat thoyyiban, dan islamisasi awal dilakukan melalui raja sehingga rakyat mengikuti ajaran yang dibawa oleh penguasa. Tahapan ini menekankan akidah dan akhlak sebelum ibadah seperti sholat, zakat, dan puasa, mirip dengan periode awal Makkah dan Madinah.

Kedua, pembaruan (Tajdid), yang muncul sebagai respons terhadap budaya yang mengarah ke takhayul, bid’ah, dan churafat (TBC). “Gerakan pembaruan Muhammadiyah perlu melakukan reformisme karena praktik lama sudah terlalu berlebihan,” ungkapnya. Namun, menurut Tafsir, penerapan Islam Jawa yang sudah berlangsung sejak abad ke-15 membuat gerakan pembaruan ini memiliki pengikut yang terbatas.

Baca juga, Soeharto: Kader Muhammadiyah atau NU?

Ketiga, Revivalisme, yakni menghidupkan ajaran masa lalu (salaf) sebagai generasi terbaik. Persaingan muncul karena kaum tradisionalis juga mengklaim sebagai pengikut salaf yang paling sahih. Keempat, Skripturalis, pendekatan tekstual dan literal, yang menilai setiap praktik tidak sesuai teks sebagai bid’ah. Misalnya, zakat harus menggunakan gandum, bukan beras, sesuai interpretasi literal.

Tafsir menekankan bahwa pertikaian antar kelompok ini tidak pernah selesai dan justru menguras energi umat. “Akibatnya, umat tertinggal dalam banyak bidang, terutama ekonomi dan ilmu pengetahuan,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan potensi besar Muhammadiyah dan umat Islam dalam mengelola aset, namun menekankan pentingnya mengejar ilmu ekonomi dan pengetahuan. “Saatnya umat bangkit, memanfaatkan AUM untuk kemajuan pendidikan dan ekonomi, bukan hanya fokus pada klaim kebenaran dan ritual keagamaan,” ajaknya.

Acara diakhiri dengan candaan Tafsir yang mengundang tawa jamaah. “Umat lebih suka menghibur diri dengan merasa lebih mulia karena sholat dua rakaat sebelum subuh, padahal dunia dan isinya tetap berjalan,” ujarnya spontan saat adzan Dhuhur mulai berkumandang.

Refleksi siang itu menjadi pengingat bahwa kesadaran spiritual harus dibarengi dengan kecerdasan sosial, ekonomi, dan ilmu pengetahuan agar umat Muhammadiyah mampu bersaing dan memberikan kontribusi nyata bagi bangsa.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *